Kamis, 25 Mei 2017

Permasalahan dan Potensi Dusun Sumbersari




 


 
 
 

Melanjutkan tulisan dari pengabdian desa sebelumnya, setelah melakukan pengabdian di Dusun Sumbersari selema 3 hari 2 malam, terdapat banyak potensi yang dimiliki dusun ini dan juga beberapa permasalahan yang dapat kita temukan di sana. Dusun Sumbersari memiliki sumber daya alam yang dapat diunggulkan yaitu tanah subur sehingga cocok untuk ditanami berbagai jenis tanaman. Saat ini, komoditas unggulan yang ada di Dusun Sumbersari adalah kopi. Kopi yang dihasilkan dari dusun ini ada beberapa jenis, diantaranya adalah kopi merah. Harga jual dari kopi tersebut juga bermacam-macam tergantung dengan kualitas dari kopi tersebut. Selain itu, sebagian warga di Dusun Sumbersari memiliki lahan di sekitar rumah mereka yang ditanami sayuran seperti manisa dan talas. Biasanya manisa selain digunakan untuk konsumsi sendiri juga dijual ke pengepul. Sedangkan untuk talas, ada beberapa warga yang menjadikannya keripik talas dan menjualnya dalam kemasan.
Selain itu, Dusun Sumbersari juga unggul dengan hasil pinusnya. namun sayangnya masih ada keluhan masyarakat setempat mengenai pohon pinus yang mengganggu pertumbuhan pohon kopi karena jarak penanamannya yang terlalu dekat sehingga hasil kopi tidak dapat maksimal. Jika dilihat dari permasalahan, kebanyakan permasalahan yang masih terjadi di desa ini adalah masalah infrastruktur, seperti akses jalan, fasilitas umum yaitu kesehatan dan pendidikan, hingga masalah ekonomi. Untuk fasilitas jalan raya memang sudah mulai ada perbaikan yaitu sudah diaspal tetapi masih baru-baru ini setelah UB Forest mulai masuk untuk melakukan kerjasama dengan pihak Perhutani yaitu pada 19 September 2016 lalu. Namun keadaan jalan tersebut masih rawan untuk dilalui karena masih terdapat banyak pasir yang menutupi aspal sehingga seringkali menyebabkan pengendara motor terjatuh.
Fasilitas listrik di sana bisa dikatakan juga masih memprihatinkan. Padahal letak Desa Sumber Sari yang tidak terlalu jauh dari pusat Kota Malang yang fasilitasnya sangat berbeda jauh dari Kota Malang. Untuk listrik, disana masih menggunakan sistem berbagi dengan satu pusat listrik, yaitu 5500 volt untuk dibagi ke seluruh desa. Bahkan di sepanjang jalan desa ini belum dipasang lampu karena untuk rumah – rumah warga saja masih belum cukup. Terdapat sekitar 28 rumah di desa tersebut namun ada 2 rumah yang tidak ikut menggunaka fasilitas listrik bersama ini karena telah memiliki panel surya yang merupakan sumbangan dari seseorang. Setiap rumah di desa ini diperbolehkan menggunakan maksimal 3 buah lampu dan tv atau dvd jika ada.
Untuk tarif listrik yang dikenakan saya rasa masih kurang adil. Pembagiannya hanya berdasarkan jumlah item alat elektronik yang digunakan, padahal intensitas penggunaan dari tiap rumah pasti berbeda. Jika hanya menggunakan lampu, maka tariff listriknya Rp 50.000. Jika memiliki televisi, maka tarifnya Rp 60.000 dan jika terdapat dvd maka Rp 70.000. Pembayaran listriknya dilakukan setiap pulsa listrik dari pusatnya habis. Biasanya tidak sampai satu bulan sudah habis yaitu maksimal 23 hari saja. Menurut Ibu yang rumahnya saya tinggali, ada kecurangan yang dilakukan oleh warga lain. Terkadang mereka menggunakan lampu yang lebih banyak tetapi membayar dengan nominal sama dengan yang lainnya.
Rumah – rumah warga yang berada di Desa Sumber Sari tersebut belum ada yang tersertifikasi, karena permasalahan hak milik tanah yang belum jelas antara warga dan pihak perhutani dengan UB. Sehingga warga yang sebenarnya ingin membangun rumah permanen untuk hidup yang lebih layak terhambat karena masalah kepemilikan tanah tadi. Apalagi baru – baru ini ada wacana kalau jalan utama desa tersebut rencananya akan diperlebar sehingga warga harus memundurkan rumah mereka sekitar 15 meter. Jika ini benar – benar akan dilakukan, warga harus kehilangan lahan belakang rumah mereka yang biasanya mereka gunakan untuk menanam sayuran.
Selain itu, fasilitas MCK di sana bisa dikatakan kurang layak. Terlihat ada beberapa kamar mandi umum yang sudah tidak digunakan karena rusak, namun kamar mandi umum lain masih dalam proses pembangunan oleh pihak UB Forest. Permasalahan lain yang ada di Desa Sumber Sari adalah masalah modal. Sebetulnya warga memiliki keinginan untuk membuka usaha baru seperti berdagang, tetapi terkendala oleh masalah modal. Hasil kerja mereka dari berladang hanya cukup untuk hidup sehari – hari sehingga sulit untuk menabung sebagai modal usaha.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada di Desa Sumber Sari, harus ada beberapa pihak yang terlibat. Antara lain pihak pemerintah daerah setempat, pihak Perhutani maupun UB Forest, kita sebagai mahasiswa, dan juga masyarakat di sana sendiri. Pemerintah daerah setempat sebaiknya lebih memperhatikan masalah akses jalan dan fasilitas yang vital agar dapat menunjang kegiatan ekonomi warga di sana. Selain itu, pihak Perhutani dan pengelola UB Forest sebaiknya segera memperjelas permasalahan pengolahan dan hak milik lahan agar warga dapat semaksimal mungkin menggunakan lahan yang ada di sana untuk berladang sehingga dapat menghasilkan output yang maksimal. Antara pihak principal dan agen harus adil, sistem pengupahan bagi warga yang ikut mengelola kebun kopi milik UB Forest harus adil, hak dan kewajiban antara principal dan agen harus segera diperjelas dan membentuk sistem kontrak antara UB Forest dan warga setempat secara transparan. Kita sebagai mahasiswa juga berkewajiban ikut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sana seperti dengan memberikan pengetahuan yang kita miliki bagi warga di sana.


 

 

Senin, 22 Mei 2017

Kegiatan Pengabdian di Desa Sumber Sari




Hari jumat lalu tanggal 19 mei  hingga minggu 21 mei 2017 kami anggota kelas AE Perekonomian Indonesia FEB UB yang diampu oleh dosen kami, Ibu Yenny Kornitasari, SE,. ME melaksanakan kegiatan pengabdian desa. Kagiatan ini kami laksanakan di lingkungan UB Forest yaitu di Desa Sumber Sari Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. Konsep dari kegiatan pengabdian tersebut ialah dengan membagi anggota kelas menjadi 11 kelompok dan tiap kelompok beranggotakan 3 orang. Dari kelompok – kelompok tersebut disebar ke beberapa rumah warga untuk membantu setiap aktivitas yang dilakukan oleh pemilik rumah tersebut. Kegiatan pengabdian dimulai dari keberangkatan ke Desa Sumber Sari pada Jumat sore dan mulai melakukan plotting ke rumah setelah sholat isya’ berjamaah.

Sabtu pagi kami mulai mengikuti setiap aktivitas yang dilakukan oleh pemilik rumah yang kami tinggali. Kegiatan disana beragam, mulai dari memasak, berladang, ternak, dan berdagang. Kebetulan kami menempati rumah milik Bapak Mugi dan Ibu Nur dan satu anak perempuan mereka bernama Mila yang duduk di kelas 5 SD. Pak Mugi dipercaya oleh pengelola UB Forest untuk bertanggung jawab mengawasi kegiatan di kebun kopi yang dikelola UB di Desa Sumber Wangi. Sehingga Pak Mugi lebih banyak berada di luar rumah untuk berkeliling dengan menggunakan motor yang dipinjami oleh pihak UB Forest untuk menunjang pekerjaan beliau. Namun Pak Mugi juga memiliki 10 ekor kambing dan beberapa ayam yang dipelihara di belakang rumah sehingga juga harus mencari rumput untuk pakan kambing – kambingnya. Sedangkan istri Pak Mugi, Bu Nur tidak bekerja dan seharai – harinya di rumah untuk mengurus pekerjaan rumah.

Di sana kami membantu Bu Nur melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, menyapu, mencuci, dan memberi makan kambing. Selain itu kami juga membantu memasak tumpeng untuk acara kami pada Sabtu malam yaitu ramah tamah di mushola desa setempat. Acara tersebut bertujuan untuk mempererat tali silaturahim antara kami dengan warga Desa Sumber Sari. Yang sangat terlihat dari aktivitas warga di sana adalah sifat kegotong royongan. Hal itu terlihat dari adanya salah satu warga di sana yang memiliki hajat syukuran dalam rangka lulusan TK anaknya. Sejak pagi para ibu di desa tersebut sudah berkumpul di rumah keluarga yang memiliki hajat untuk membantu memasak nasi kuning. Sangat terlihat bagaimana kerukunan antar warga di sana yang jarang ditemukan di wilayah perkotaan. Bahkan ketika makanan atau bahan makanan salah satu dari Ibu di sana habis, mereka juga saling berbagi satu sama lain.

Kegiatan kami berakhir pada Minggu siang 21 Mei yang diawali dengan melakukan kerja bakti untuk membersihkan daerah jalan dan mushola di Desa Sumber Sari dan kami akhiri dengan pembagian sembako ke seluruh rumah yang ada di desa tersebut. Walaupun hanya 2 malam, kami sudah merasa dekat dengan warga di sana karena keramahan dan sifat welcome mereka kepada kami. Bahkan ketika saya berpamitan kepada Bu Nur, beliau sempat menangis dan mencoba menahan kami untuk kembali ke UB. Pada intinya, kerukunan lah yang membuat kehidupan di Desa Sumber Sari ini menjadi lebih berarti yang tidak dapat kita temui jika kita tinggal di wilayah perkotaan.

Sabtu, 06 Mei 2017

LITERASI KEUANGAN DI INDONESIA





Ada tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan pemanfaatan sektor keuangan oleh masyarakat. Tiga masalah penting yang dimaksud adalah inklusi keuangan, literasi keuangan, dan financial deepending. Inklusi keuangan yang dimaksud adalah rasio penduduk yang menggunakan fasilitas perbankan atau layanan keuangan lainnya masih rendah. Masalah kedua yaitu angka literasi keuangan, dimana masyarakat yang melek di bidang perbankan masih rendah. Masalah ketiga adalah financial depending yang merupakan perilaku dari pelaku perbankan maupun non bank yang agak enggan untuk membuat rincian jenis-jenis portofolio perbankan.

Literasi keuangan (financial literacy) atau lebih mudah dikenal dengan melek keuangan, adalah keadaan dimana seseorang mampu mengelola keuangannya dengan baik sehingga dapat memberikan nilai tambah secara ekonomis bagi dirinya sendiri. Sesungguhnya, cerdas secara finansial itu sendiri adalah suatu keuntungan. Dengan memiliki kecerdasan finansial, seseorang akan mampu membuat keputusan yang tepat khususnya dalam segi keuangan, yang nantinya dapat diimplikasikan pada kehidupan sehari – harinya.

Minimnya literasi keuangan sering kali menjadi kendala kemajuan perekonomian, khususnya di Indonesia yang masih dalam tahap perkembangan. Berbeda dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Australia, dan Kanada, di Indonesia pembekalan untuk mendapatkan literasi keuangan dinilai masih sangat minim. Kalau di negara maju masyarakatnya sudah dibekali ilmu-ilmu keuangan secara cukup mendalam sejak mereka masih di Sekolah Menengah Atas (SMA), di sini rata-rata masyarakat baru mendapatkan pembekalan seperti itu ketika mereka duduk di bangku kuliah, itu pun tidak semua jurusan memberikannnya. Belum lagi ditambah dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak menempuh pendidikan tinggi karena berbagai faktor.

Indonesia memiliki lembaga keuangan yaitu Otoritas Jasa Keuangan yang sedang mengembangkan program inklusi dan literasi keuangan dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Program inklusi dan literasi keuangan sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena mengenalkan adanya akses permodalan yang baik. Dengan akses permodalan yang baik akan membuat kegiatan perekonomian menjadi lebih hidup dan juga menurunkan tingkat kesenjangan di masyarakat. Hasil survei indeks literasi keuangan di tahun 2013 berada di level 21,8%, sementara di 2016 terjadi perbaikan menjadi 29,6% untuk literasi keuangan. Kenaikan terjadi baik secara gender, tingkat pendapatan, pendidikan, pengetahuan industri keuangan, hingga perbedaan konvensional dan syariah. Namun tingkat literasi keuangan perempuan masih di bawah literasi keuangan laki – laki.

Sebagai mahasiswa, kita juga berperan dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Mahasiswa bisa sebagai agen edukasi untuk lebih menyebar luaskan tentang literasi keuangan ke masyarakat daerah yang masih tertinggal dan minim dengan pengetahuan atau informasi keuangan. Ini dapat dilakukan ketika mahasiswa melakukan KKN ataupun kuliah umum rutin yang dapat dilakukan ke daerah pelosok. Hal ini akan membantu pemerintah dalam rangka meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia agar laju pertumbuhan modal dan investasi dapat ditingkatkan.