Melanjutkan tulisan dari pengabdian desa sebelumnya, setelah
melakukan pengabdian di Dusun Sumbersari selema 3 hari 2 malam, terdapat banyak
potensi yang dimiliki dusun ini dan juga beberapa permasalahan yang dapat kita
temukan di sana. Dusun Sumbersari memiliki sumber daya alam yang dapat
diunggulkan yaitu tanah subur sehingga cocok untuk ditanami berbagai jenis
tanaman. Saat ini, komoditas unggulan yang ada di Dusun
Sumbersari adalah kopi. Kopi yang dihasilkan dari dusun ini ada beberapa jenis,
diantaranya adalah kopi merah. Harga jual dari kopi tersebut juga
bermacam-macam tergantung dengan kualitas dari kopi tersebut. Selain itu,
sebagian warga di Dusun Sumbersari memiliki lahan di sekitar rumah mereka yang
ditanami sayuran seperti manisa dan talas. Biasanya manisa selain digunakan
untuk konsumsi sendiri juga dijual ke pengepul. Sedangkan untuk talas, ada
beberapa warga yang menjadikannya keripik talas dan menjualnya dalam kemasan.
Selain itu, Dusun Sumbersari juga unggul dengan hasil
pinusnya. namun sayangnya masih ada keluhan masyarakat setempat mengenai pohon
pinus yang mengganggu pertumbuhan pohon kopi karena jarak penanamannya yang
terlalu dekat sehingga hasil kopi tidak dapat maksimal. Jika dilihat dari
permasalahan, kebanyakan permasalahan yang masih terjadi di desa ini adalah
masalah infrastruktur, seperti akses jalan, fasilitas umum yaitu kesehatan dan
pendidikan, hingga masalah ekonomi. Untuk fasilitas jalan raya memang sudah
mulai ada perbaikan yaitu sudah diaspal tetapi masih baru-baru ini setelah UB
Forest mulai masuk untuk melakukan kerjasama dengan pihak Perhutani yaitu pada
19 September 2016 lalu. Namun keadaan jalan tersebut masih rawan untuk dilalui
karena masih terdapat banyak pasir yang menutupi aspal sehingga seringkali
menyebabkan pengendara motor terjatuh.
Fasilitas listrik di sana bisa dikatakan juga masih
memprihatinkan. Padahal letak Desa Sumber Sari yang tidak terlalu jauh dari
pusat Kota Malang yang fasilitasnya sangat berbeda jauh dari Kota Malang. Untuk
listrik, disana masih menggunakan sistem berbagi dengan satu pusat listrik,
yaitu 5500 volt untuk dibagi ke seluruh desa. Bahkan di sepanjang jalan desa
ini belum dipasang lampu karena untuk rumah – rumah warga saja masih belum
cukup. Terdapat sekitar 28 rumah di desa tersebut namun ada 2 rumah yang tidak
ikut menggunaka fasilitas listrik bersama ini karena telah memiliki panel surya
yang merupakan sumbangan dari seseorang. Setiap rumah di desa ini diperbolehkan
menggunakan maksimal 3 buah lampu dan tv atau dvd jika ada.
Untuk tarif listrik yang dikenakan saya rasa masih kurang
adil. Pembagiannya hanya berdasarkan jumlah item alat elektronik yang
digunakan, padahal intensitas penggunaan dari tiap rumah pasti berbeda. Jika
hanya menggunakan lampu, maka tariff listriknya Rp 50.000. Jika memiliki
televisi, maka tarifnya Rp 60.000 dan jika terdapat dvd maka Rp 70.000.
Pembayaran listriknya dilakukan setiap pulsa listrik dari pusatnya habis.
Biasanya tidak sampai satu bulan sudah habis yaitu maksimal 23 hari saja.
Menurut Ibu yang rumahnya saya tinggali, ada kecurangan yang dilakukan oleh
warga lain. Terkadang mereka menggunakan lampu yang lebih banyak tetapi
membayar dengan nominal sama dengan yang lainnya.
Rumah – rumah warga yang berada di Desa Sumber Sari tersebut
belum ada yang tersertifikasi, karena permasalahan hak milik tanah yang belum
jelas antara warga dan pihak perhutani dengan UB. Sehingga warga yang
sebenarnya ingin membangun rumah permanen untuk hidup yang lebih layak
terhambat karena masalah kepemilikan tanah tadi. Apalagi baru – baru ini ada
wacana kalau jalan utama desa tersebut rencananya akan diperlebar sehingga
warga harus memundurkan rumah mereka sekitar 15 meter. Jika ini benar – benar
akan dilakukan, warga harus kehilangan lahan belakang rumah mereka yang
biasanya mereka gunakan untuk menanam sayuran.
Selain itu, fasilitas MCK di sana bisa dikatakan kurang
layak. Terlihat ada beberapa kamar mandi umum yang sudah tidak digunakan karena
rusak, namun kamar mandi umum lain masih dalam proses pembangunan oleh pihak UB
Forest. Permasalahan lain
yang ada di Desa Sumber Sari adalah masalah modal. Sebetulnya warga memiliki
keinginan untuk membuka usaha baru seperti berdagang, tetapi terkendala oleh
masalah modal. Hasil kerja mereka dari berladang hanya cukup untuk hidup sehari
– hari sehingga sulit untuk menabung sebagai modal usaha.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada di Desa Sumber Sari,
harus ada beberapa pihak yang terlibat. Antara lain pihak pemerintah daerah
setempat, pihak Perhutani maupun UB Forest, kita sebagai mahasiswa, dan juga
masyarakat di sana sendiri. Pemerintah daerah setempat sebaiknya lebih
memperhatikan masalah akses jalan dan fasilitas yang vital agar dapat menunjang
kegiatan ekonomi warga di sana. Selain itu, pihak Perhutani dan pengelola UB
Forest sebaiknya segera memperjelas permasalahan pengolahan dan hak milik lahan
agar warga dapat semaksimal mungkin menggunakan lahan yang ada di sana untuk
berladang sehingga dapat menghasilkan output yang maksimal. Antara pihak
principal dan agen harus adil, sistem pengupahan bagi warga yang ikut mengelola
kebun kopi milik UB Forest harus adil, hak dan kewajiban antara principal dan
agen harus segera diperjelas dan membentuk sistem kontrak antara UB Forest dan
warga setempat secara transparan. Kita sebagai mahasiswa juga berkewajiban ikut
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sana seperti dengan memberikan
pengetahuan yang kita miliki bagi warga di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar