Rabu, 08 November 2017

Perubahan Sistem Kelembagaan (Studi Kasus Perubahan Kurikulum Pendidikan)


Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas mengenai perubahan kelembagaan dengan studi kasus yaitu perubahan kurikulum yaitu pada pendidikan secara umum di Indonesia dan juga dalam lingkup FEB UB.

Perubahan kurikulum pendidikan dari KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) ke Kurikulum 2013 (K-13). Perubahan ini terjadi ketika saya masih berada di tingkat Sekolah Menengah Atas yaitu tahun 2014. Alasan dilakukannya perubahan pada sistem pendidikan ini adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar output dari peserta didik mampu bersaing di masa depan. Alasan lain dilakukannya perubahan kurikulum ini adalah bahwa kurikulum lama (KTSP) dianggap masih memberatkan siswa dalam hal mata pelajarannya sehingga justru menjadi beban bagi siswa. Selain itu, pada kurikulum KTSP terdapat kebebasan bagi guru untuk mengatur materi-materi yang akan disampaikan kepada siswa sehingga terdapat banyak perbedaan antar sekolahnya dan berjalan kurang maksimal atau sumber daya gurunya belum terpakai secara maksimal. Mengenai pelajaran yang memberatkan siswa, misalnya saja pada jenjang SD yang dulunya ada 10 mata pelajaran pada KTSP tetapi dalam Kurikulum 2013 hanya ada 6 mata pelajaran. Di sisi lain, pemerintah menambah jam belajar. Memang dalam kurikulum 2013 ini lebih menekankan pada pendidikan karakter.

Menurut saya, dengan adanya perubahan sistem pendidikan ini terdapat dampak baik positif maupun negative. Pada dampak positif, misalnya dengan adanya kurikulum 2013 ini dapat meningkatkan keseimbangan antara soft skill maupun hard skill dan siswa dapat lebih fokus pada pelajaran karena tidak terlalu banyak mata pelajaran. Sedangkan untuk dampak negatifnya yaitu dengan adanya jam pelajaran yang ditambah akan memberatkan siswa dan membuat siswa lebih lelah dan waktu untuk kegiatan lain seperti untuk ekstrakurikuler dan mengaji menjadi berkurang. Menurut saya dalam penerapan kurikulum 2013 masih kurang adanya penelitian sebelumnya, padahal seharusnya dalam penerapan suatu aturan kelembagaan harus diketahui seberapa besar biaya yang dikeluarkan maupun manfaat yang akan diperoleh jika kebijakan itu diterapkan sehingga banyak sekolah yang masih belum siap. Mungkin karena hal inilah Kurikulum 2013 dihentikan pada tahun 2015 dan dikembalikan ke kurikulum KTSP.

Hal yang serupa sebetulnya juga terjadi di lingkungan sekitar kampus khususnya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB. Mulai semester ganjil ini atau mulai ajaran 2017/2018 telah diberlakukan perubahan kurikulum dalam mata kuliah Ilmu Ekonomi. Disana terdapat beberapa perubahan dalam hal mata kuliah yang dihilangkan atau mata kuliah yang awalnya bersifat tidak wajib menjadi wajib. Pada awalnya memang banyak yang kurang jelas atau masih merasa bingung dengan adanya kebijakan baru ini, tetapi lama-lama dapat diatasi dan disesuaikan.

#Tugas5

 

Kamis, 28 September 2017

Mengenal Biaya Transaksi


Sumber gambar: www.dictio.id
Seperti yang telah dipelajari di kelas sebelumnya, biaya transaksi merupakan segala biaya yang dikeluarkan sebelum terjadinya transaksi, misalnya biaya mencari informasi produk, biaya kontrak, biaya negosiasi dan lain-lain. Biaya transaksi sebenarnya sangat sering terjadi di kehidupan kita baik itu berupa transaksi besar ataupun transaksi kecil. Biaya transaksi muncul ketika kita membeli ataupun menjual suatu barang.

Contoh adanya biaya transaksi yang pernah saya alami yaitu ketika akan membeli barang melalui online shop, misalnya sepatu. Sebelum memutuskan untuk membeli sepatu yang mana dan dimana akan membeli, pasti mencari-cari terlebih dahulu melalui media sosial, biasanya instagram untuk melihat bagaimana bentuk barangnya dan harga serta membandingkannya dengan penjual online yang lainnya mengenai harga. Nah pencarian informasi tersebut pasti membutuhkan kuota internet atau pulsa. Sehingga kuota internet atau pulsa tersebut merupakan biaya transaksi yang kita perlukan. Selain itu pasti kita membutuhkan pulsa lagi untuk menghubungi penjual. Berbeda dengan ketika kita membeli secara langsung di toko yang tidak perlu membutuhkan biaya transaksi berupa kuota ataupun pulsa.

Contoh lain yang pernah saya alami adalah ketika akan membeli sebuah handphone. Walaupun kita membeli secara langsung di counter, tetapi kita perlu membuka internet untuk mencari tahu bagaimana spesifikasi handphone yang akan kita beli. Sehingga hal itu membutuhkan biaya.

Selain biaya dalam bentuk nominal, kita juga mengeluarkan waktu untuk mencari-cari informasi sebelum membeli suatu barang. Waktu yang kita keluarkan untuk mencari informasi tersebut juga dapat dikatakan sebagai biaya transaksi, karena dengan waktu tersebut sebetulnya kita dapat melakukan hal lain yang lebih bermanfaat lagi dan lebih menghasilkan sesuatu yang bernilai.

Pada intinya, biaya transaksi bisa dikatakan efisien jika informasi yang kita cari mengenai suatu produk semakin lengkap, sehingga asimetris informasi hanya sedikit atau bahkan tidak ada.

#Tugas4

Minggu, 24 September 2017

Permasalahan Sosial di Sekitar Kita


Sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa terhindar dari yang namanya interaksi dengan individu atau kelompok lain. Di setiap kegiatan kita pasti selalu melibatkan campur tangan orang lain. Tidak jarang kontak sosial tersebut menimbulkan efek bagi kita baik efek positif maupun negative. Dampak negative yang muncul dari adanya kehidupan sosial adalah munculnya msalah – masalah sosial. Contoh masalah sosial yang ada di sekitar rumah saya adalah saya menemukan ada beberapa orang pengemis yang memang sudah terbiasa mampir ke rumah saya untuk mengemis. Tidak setiap hari mereka menghampiri rumah yang sama, tetapi ada selingan. Bisa dikatakan mampir ke rumah yang sama sekitar 2 atau 3 kali dalam satu minggu. Beberapa kali juga saya bertemu dengan pengemis wanita tersebut  diturunkan oleh seorang laki – laki yang sepertinya adalah suaminya di seberang  jembatan sebelum ia berkeliling untuk mengemis di rumah – rumah warga. Dari motor yang mereka gunakan, terlihat cukup bagus dan baru. Bahkan terlihat beberapa gelang emas dipakai pengemis tersebut ketika berkeliling untuk mengemis.

Keadaan tersebut mencerminkan seperti bukan keadaan yang sebetulnya pantas untuk mengemis. Karena dari segi fisik, mereka masih kuat jika melakukan pekerjaan lain selain mengemis. Selain itu, mereka masih mampu untuk memiliki kendaraan bermotor. Memang jika dihitung, penghasilan dari mengemis cukup menjanjikan dibandingkan dengan kerja yang lainnya. Mungkin itu salah satu alasan mereka untuk lebih memilih mengemis. Sebagai kaum intelektual, kita dituntut untuk bisa mengidentifikasi apa saja masalah yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Seperti permasalahan di atas,  seorang peneliti bisa mencari tahu apa yang menjadi sebab dan alasan permasalahan itu dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara terjun langsung untuk mendekati subjek penelitian, karena subjek yang diteliti memiliki latar belakang sosial yang pasti berbeda dengan peneliti.
#Tugas3

Rabu, 13 September 2017

Ekonomi Kelembagaan di Sekitar Kita


Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan pernah bisa lepas dari kegiatan ekonomi. Mulai dari diri kita sendiri, keluarga, lingkungan sekitar, maupun instansi kita. Adanya kegiatan ekonomi tersebut tanpa kita sadari telah menciptakan suatu kelembagaan baik formal maupun informal. Kita sebagai makhluk sosial juga tidak bisa menghindari adanya interaksi dengan individu lain baik dalam hal ekonomi maupun sosial lainnya. Contoh kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi maupun sosial yang  saat ini sedang terjadi di sekitar kita adalah kegiatan penggalangan dana oleh Keluarga Mahasiswa FEB UB dengan tema KM FEB PEDULI ROHINGYA yang mengajak seluruh mahasiswa FEB untuk turut andil dalam kegiatan penggalangan dana untuk membantu musibah yang menimpa muslim Rohingya. Kegiatan tersebut merupakan salah satu contoh kegiatan ekonomi kelembagaan sederhana yang ada di wilayah kampus. Kegiatan tersebut dapat mendorong arus perekonomian sekaligus menumbuhkan jiwa sosial kita serta membantu saudara kita yang sedang berlindung karena tragedy Rohingya di Myanmar.
#TUGAS2

Selasa, 05 September 2017

Ekonomi Kelembagaan di Sekitar Kita

Ekonomi kelembagaan merupakan salah satu sistem ekonomi yang berperan melengkapi sistem ekonomi yang sudah ada sebelumnya. Dalam ekonomi kelembagaan, setiap pelaku ekonomi dipandang sebagai individu yang dapat melakukan kegiatan ekonomi baik produksi, distribusi, maupun konsumsi. Dalam ekonomi kelembagaan terdapat unsur sosial yang ikut memengaruhi terjadinya transaksi ekonomi. Sebagai contoh sederhana ekonomi kelembagaan yang ada di sekitar kita adalah ketika kita sedang membutuhkan biaya dan berusaha untuk mencari uang dengan cara menjual suatu barang. Pasti kita memiliki teman baik di lingkungan sekitar rumah maupun sekolah atau kampus. Seringkali naluri sosial teman kita muncul sehingga membantu kita untuk membeli barang yang kita jual yang tujuannya kita memperoleh pemasukan agar dapat mencukupi suatu hal yang kita butuhkan. Dalam hal ini, unsur sosial masuk dalam ekonomi yang terangkum dalam ekonomi kelembagaan.
Contoh ekonomi kelembagaan lain yang pernah saya alami ialah koperasi di lingkup RT yang saya ikuti melakukan bakti sosial dalam rangka membagikan sisa hasil usaha kepada tetangga dan masyarakat sekitar yang kurang mampu.
Jadi pada intinya, faktor sosial dapat memengaruhi dan mendorong adanya kegiatan ekonomi dan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
#Tugas1

Kamis, 25 Mei 2017

Permasalahan dan Potensi Dusun Sumbersari




 


 
 
 

Melanjutkan tulisan dari pengabdian desa sebelumnya, setelah melakukan pengabdian di Dusun Sumbersari selema 3 hari 2 malam, terdapat banyak potensi yang dimiliki dusun ini dan juga beberapa permasalahan yang dapat kita temukan di sana. Dusun Sumbersari memiliki sumber daya alam yang dapat diunggulkan yaitu tanah subur sehingga cocok untuk ditanami berbagai jenis tanaman. Saat ini, komoditas unggulan yang ada di Dusun Sumbersari adalah kopi. Kopi yang dihasilkan dari dusun ini ada beberapa jenis, diantaranya adalah kopi merah. Harga jual dari kopi tersebut juga bermacam-macam tergantung dengan kualitas dari kopi tersebut. Selain itu, sebagian warga di Dusun Sumbersari memiliki lahan di sekitar rumah mereka yang ditanami sayuran seperti manisa dan talas. Biasanya manisa selain digunakan untuk konsumsi sendiri juga dijual ke pengepul. Sedangkan untuk talas, ada beberapa warga yang menjadikannya keripik talas dan menjualnya dalam kemasan.
Selain itu, Dusun Sumbersari juga unggul dengan hasil pinusnya. namun sayangnya masih ada keluhan masyarakat setempat mengenai pohon pinus yang mengganggu pertumbuhan pohon kopi karena jarak penanamannya yang terlalu dekat sehingga hasil kopi tidak dapat maksimal. Jika dilihat dari permasalahan, kebanyakan permasalahan yang masih terjadi di desa ini adalah masalah infrastruktur, seperti akses jalan, fasilitas umum yaitu kesehatan dan pendidikan, hingga masalah ekonomi. Untuk fasilitas jalan raya memang sudah mulai ada perbaikan yaitu sudah diaspal tetapi masih baru-baru ini setelah UB Forest mulai masuk untuk melakukan kerjasama dengan pihak Perhutani yaitu pada 19 September 2016 lalu. Namun keadaan jalan tersebut masih rawan untuk dilalui karena masih terdapat banyak pasir yang menutupi aspal sehingga seringkali menyebabkan pengendara motor terjatuh.
Fasilitas listrik di sana bisa dikatakan juga masih memprihatinkan. Padahal letak Desa Sumber Sari yang tidak terlalu jauh dari pusat Kota Malang yang fasilitasnya sangat berbeda jauh dari Kota Malang. Untuk listrik, disana masih menggunakan sistem berbagi dengan satu pusat listrik, yaitu 5500 volt untuk dibagi ke seluruh desa. Bahkan di sepanjang jalan desa ini belum dipasang lampu karena untuk rumah – rumah warga saja masih belum cukup. Terdapat sekitar 28 rumah di desa tersebut namun ada 2 rumah yang tidak ikut menggunaka fasilitas listrik bersama ini karena telah memiliki panel surya yang merupakan sumbangan dari seseorang. Setiap rumah di desa ini diperbolehkan menggunakan maksimal 3 buah lampu dan tv atau dvd jika ada.
Untuk tarif listrik yang dikenakan saya rasa masih kurang adil. Pembagiannya hanya berdasarkan jumlah item alat elektronik yang digunakan, padahal intensitas penggunaan dari tiap rumah pasti berbeda. Jika hanya menggunakan lampu, maka tariff listriknya Rp 50.000. Jika memiliki televisi, maka tarifnya Rp 60.000 dan jika terdapat dvd maka Rp 70.000. Pembayaran listriknya dilakukan setiap pulsa listrik dari pusatnya habis. Biasanya tidak sampai satu bulan sudah habis yaitu maksimal 23 hari saja. Menurut Ibu yang rumahnya saya tinggali, ada kecurangan yang dilakukan oleh warga lain. Terkadang mereka menggunakan lampu yang lebih banyak tetapi membayar dengan nominal sama dengan yang lainnya.
Rumah – rumah warga yang berada di Desa Sumber Sari tersebut belum ada yang tersertifikasi, karena permasalahan hak milik tanah yang belum jelas antara warga dan pihak perhutani dengan UB. Sehingga warga yang sebenarnya ingin membangun rumah permanen untuk hidup yang lebih layak terhambat karena masalah kepemilikan tanah tadi. Apalagi baru – baru ini ada wacana kalau jalan utama desa tersebut rencananya akan diperlebar sehingga warga harus memundurkan rumah mereka sekitar 15 meter. Jika ini benar – benar akan dilakukan, warga harus kehilangan lahan belakang rumah mereka yang biasanya mereka gunakan untuk menanam sayuran.
Selain itu, fasilitas MCK di sana bisa dikatakan kurang layak. Terlihat ada beberapa kamar mandi umum yang sudah tidak digunakan karena rusak, namun kamar mandi umum lain masih dalam proses pembangunan oleh pihak UB Forest. Permasalahan lain yang ada di Desa Sumber Sari adalah masalah modal. Sebetulnya warga memiliki keinginan untuk membuka usaha baru seperti berdagang, tetapi terkendala oleh masalah modal. Hasil kerja mereka dari berladang hanya cukup untuk hidup sehari – hari sehingga sulit untuk menabung sebagai modal usaha.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada di Desa Sumber Sari, harus ada beberapa pihak yang terlibat. Antara lain pihak pemerintah daerah setempat, pihak Perhutani maupun UB Forest, kita sebagai mahasiswa, dan juga masyarakat di sana sendiri. Pemerintah daerah setempat sebaiknya lebih memperhatikan masalah akses jalan dan fasilitas yang vital agar dapat menunjang kegiatan ekonomi warga di sana. Selain itu, pihak Perhutani dan pengelola UB Forest sebaiknya segera memperjelas permasalahan pengolahan dan hak milik lahan agar warga dapat semaksimal mungkin menggunakan lahan yang ada di sana untuk berladang sehingga dapat menghasilkan output yang maksimal. Antara pihak principal dan agen harus adil, sistem pengupahan bagi warga yang ikut mengelola kebun kopi milik UB Forest harus adil, hak dan kewajiban antara principal dan agen harus segera diperjelas dan membentuk sistem kontrak antara UB Forest dan warga setempat secara transparan. Kita sebagai mahasiswa juga berkewajiban ikut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sana seperti dengan memberikan pengetahuan yang kita miliki bagi warga di sana.


 

 

Senin, 22 Mei 2017

Kegiatan Pengabdian di Desa Sumber Sari




Hari jumat lalu tanggal 19 mei  hingga minggu 21 mei 2017 kami anggota kelas AE Perekonomian Indonesia FEB UB yang diampu oleh dosen kami, Ibu Yenny Kornitasari, SE,. ME melaksanakan kegiatan pengabdian desa. Kagiatan ini kami laksanakan di lingkungan UB Forest yaitu di Desa Sumber Sari Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. Konsep dari kegiatan pengabdian tersebut ialah dengan membagi anggota kelas menjadi 11 kelompok dan tiap kelompok beranggotakan 3 orang. Dari kelompok – kelompok tersebut disebar ke beberapa rumah warga untuk membantu setiap aktivitas yang dilakukan oleh pemilik rumah tersebut. Kegiatan pengabdian dimulai dari keberangkatan ke Desa Sumber Sari pada Jumat sore dan mulai melakukan plotting ke rumah setelah sholat isya’ berjamaah.

Sabtu pagi kami mulai mengikuti setiap aktivitas yang dilakukan oleh pemilik rumah yang kami tinggali. Kegiatan disana beragam, mulai dari memasak, berladang, ternak, dan berdagang. Kebetulan kami menempati rumah milik Bapak Mugi dan Ibu Nur dan satu anak perempuan mereka bernama Mila yang duduk di kelas 5 SD. Pak Mugi dipercaya oleh pengelola UB Forest untuk bertanggung jawab mengawasi kegiatan di kebun kopi yang dikelola UB di Desa Sumber Wangi. Sehingga Pak Mugi lebih banyak berada di luar rumah untuk berkeliling dengan menggunakan motor yang dipinjami oleh pihak UB Forest untuk menunjang pekerjaan beliau. Namun Pak Mugi juga memiliki 10 ekor kambing dan beberapa ayam yang dipelihara di belakang rumah sehingga juga harus mencari rumput untuk pakan kambing – kambingnya. Sedangkan istri Pak Mugi, Bu Nur tidak bekerja dan seharai – harinya di rumah untuk mengurus pekerjaan rumah.

Di sana kami membantu Bu Nur melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, menyapu, mencuci, dan memberi makan kambing. Selain itu kami juga membantu memasak tumpeng untuk acara kami pada Sabtu malam yaitu ramah tamah di mushola desa setempat. Acara tersebut bertujuan untuk mempererat tali silaturahim antara kami dengan warga Desa Sumber Sari. Yang sangat terlihat dari aktivitas warga di sana adalah sifat kegotong royongan. Hal itu terlihat dari adanya salah satu warga di sana yang memiliki hajat syukuran dalam rangka lulusan TK anaknya. Sejak pagi para ibu di desa tersebut sudah berkumpul di rumah keluarga yang memiliki hajat untuk membantu memasak nasi kuning. Sangat terlihat bagaimana kerukunan antar warga di sana yang jarang ditemukan di wilayah perkotaan. Bahkan ketika makanan atau bahan makanan salah satu dari Ibu di sana habis, mereka juga saling berbagi satu sama lain.

Kegiatan kami berakhir pada Minggu siang 21 Mei yang diawali dengan melakukan kerja bakti untuk membersihkan daerah jalan dan mushola di Desa Sumber Sari dan kami akhiri dengan pembagian sembako ke seluruh rumah yang ada di desa tersebut. Walaupun hanya 2 malam, kami sudah merasa dekat dengan warga di sana karena keramahan dan sifat welcome mereka kepada kami. Bahkan ketika saya berpamitan kepada Bu Nur, beliau sempat menangis dan mencoba menahan kami untuk kembali ke UB. Pada intinya, kerukunan lah yang membuat kehidupan di Desa Sumber Sari ini menjadi lebih berarti yang tidak dapat kita temui jika kita tinggal di wilayah perkotaan.